dropdeadgorgeousrock.com – “Sampai jumpa di era selanjutnya, Taytay!” Kalimat itu jadi penutup tulisan perjalanan saya saat menyaksikan Taylor Swift’s Reputation Stadium Tour di Tokyo pada 2018. Enam tahun kemudian, saya berjumpa lagi dengan Taylor di tempat yang sama, pada hari yang lebih bermakna. Bahkan, Taylor memboyong seluruh era yang disematkan jadi nama turnya kali ini, The Eras Tour.
Sebenarnya untuk The Eras Tour, Taylor Swift juga mengunjungi Singapura yang jadi satu-satunya negara di Asia Tenggara, dan lebih dekat dari Indonesia. Meski tiket untuk di Singapura sudah saya kantongi usai ‘berperang’ dengan jutaan Swifties se-Asia Tenggara, ada hasrat tersendiri yang membuat saya ngotot melihat ia di Tokyo. Salah satunya, karena bersamaan dengan ulang tahun saya.
Saya sadar, skala ‘peperangan’ untuk tiket The Eras Tour di Tokyo lebih besar. Bukan cuma satu Jepang, tapi bisa jadi satu Asia atau bahkan dunia. Tapi kapan lagi? Ragam strategi saya coba demi menghadapi The Great War –istilah para Swifties untuk perang tiket tur ini yang juga merujuk lagu Taylor dalam album Midnights (2022)– di Tokyo.
Berbagai rintangan, mulai dari keterbatasan bahasa, sistem yang ketat, termasuk pasrah pada keberuntungan lantaran sistem penjualan tiket di Jepang yang menggunakan lotre sebelum sistem rebutan siapa cepat dia dapat. Laga pertama via lotre, saya kalah. Begitu juga yang kedua. Penjualan umum tiket pertama yang saya kira akan lebih mudah, ternyata pupus juga. Saya hampir menyerah berharap bertemu Taylor Swift di hari ulang tahun saya.
Namun lagi-lagi, kapan lagi berada di tempat yang sama dengan Taylor di hari ulang tahun bisa terjadi? Beberapa bulan sebelum The Eras Tour di Tokyo, saya akhirnya nekat meyakinkan diri untuk “pergi saja dulu ke Tokyo, kalau tidak dapat tiketnya, toh, bisa jalan-jalan”. Tiga minggu sebelum hari H, doa saya terjawab melalui seorang kawan. Ia berhasil membantu mendapatkan tiket konser itu, dan tepat di hari ulang tahun saya. Riang bukan main rasanya. Sempurna.
Tiba di Tokyo, selebrasi The Eras Tour begitu terasa. Sama seperti tur sebelumnya, truk LED dengan kover album teranyar yakni Midnights keliling sekitaran Shibuya. Namun yang baru, ada banner album-album Taylor Swift di sepanjang jalan-jalan pusat kesibukan Tokyo lengkap dengan iringan hit-hitnya. CD dan piringan hitam Taylor pun ludes terjual di salah satu toko musik terbesar di sana, Tower Records. Pasalnya, mereka sengaja bikin sudut-sudut bertema Taylor yang mengundang para fans, mulai dari sekadar melihat, berfoto, dan keluar dengan hasil belanjaan.
Belum lagi berbagai toko yang ikut menyemarakkan konser The Eras Tour pertama pada 2024 tersebut dengan memutar lagu Taylor. Semua terasa meriah dan hangat di tengah cuaca Tokyo yang sedang musim dingin. The Eras Tour bisa dibilang Best of The Best yang biasa dibuat para musisi di puncak karier. Bedanya, tur ini ditampilkan secara live selama 3,5 jam, dengan total 45 lagu dan dalam 10 bagian.
Namun, The Eras Tour memang adalah konser terbaik dalam menggambarkan perjalan Taylor Swift. ‘I counted days, I counted miles, to see you there, to see you there, it’s been a long time coming but…It’s you and me, and that’s my whole world’ Penggalan lagu Miss Americana and The Heartbreak Prince dari era album Lover (2019) itu bukan hanya menggema jadi pembuka tur, tapi juga menggetarkan hati penggemar, termasuk saya.
Penggalan itu begitu personal, intim, dan menggambarkan hubungan fan dengan Taylor: betapa berjumpa kembali dengannya membutuhkan penantian dan jarak yang panjang. Tur ini pun benar-benar membuat dunia seolah hanya milik kami dengan Taylor. Soal penampilan patut diacungi jempol, Taylor tetap prima meski pertunjukan yang saya tonton adalah hari keempatnya di Tokyo. Penampilannya stabil hingga akhir pertunjukan –sekali lagi– selama 3,5 jam.
Beralih dari era Lover (2019), Taylor muncul dengan gitar dan gaun emas kerlap-kerlip, senada dengan album keduanya, Fearless (2008). Apa yang paling membahagiakan dari era ini? Membuat simbol hati di tengah lagu Fearless, ceria dan penuh nostalgia. Usai berjingkrak, Taylor mengajak penonton lebih kalem dengan era evermore (2020). Lewat era ini, ia membawa suguhan teatrikal yang memanjakan mata, mulai dari set hutan pinus, pementasan ala teater, hingga permainan cahaya dari gelang penonton.
Namun, era reputation (2017) bagi saya adalah salah satu gong The Eras Tour. Megah dan penuh energi. Permainan lampu, musik dar der dor, panggung lift, hingga vokal tinggi Taylor yang jadi paket lengkap. Saat itulah, saya seperti kembali ke enam tahun lalu di tempat ini. Saya pun masih berdecak kagum yang sama, hanya waktunya saja yang berbeda. Taylor benar-benar tahu cara memporak-porandakan –dalam artian positif– hati para Swiftie. Benak saya bicara, “Ini definisi akan benar-benar sulit pulih dari ‘Post Concert Syndrome’ sih.”
Swift datang dengan gaun biru plus gitar ikan koi ikonis dari tur Speak Now (2010). Meski era ini singkat hanya dengan Long Live yang jadi anthem para Swifties dan Enchanted, saya tetap saja terpana melihat musisi kelahiran Pennsylvania itu. Taylor lanjut dengan era Red (2012) lewat berbagai hit seperti 22, We Are Never Ever Going Back Together, dan I Know You Are Trouble. Dan tentunya yang paling ditunggu, All Too Well (10 Minute Version) (Taylor’s Version). Tuntas rasanya bisa mendengar langsung versi 10 menit All Too Well yang legendaris itu.
Satu momen penting juga terjadi di tengah lagu 22. Taylor menyapa seorang penonton sambil memberikan topi fedora yang ia pakai. Ini tradisi khusus dari Taylor untuk fan terpilih di setiap konsernya. Pada tur-tur sebelumnya, fan yang terpilih berkesempatan bertemu dan berfoto langsung dengan Taylor di belakang panggung. Namun karena durasi The Eras Tour yang panjang dan jadwal berhari-hari untuk satu kota, ‘fan service’ itu saja sudah cukup istimewa.
Era folklore (2020) juga jadi salah satu favorit saya. Rasanya seperti dibawa masuk ke dunia dongeng, menelusuri cerita cinta segitiga, hingga kisah pemilik rumah Taylor, lengkap dengan set panggung berupa pondok dengan latar yang magis. Seru-seruan lanjut terjadi di era 1989 (2014) dengan lagu hit macam Style, Blank Space, Shake It Off, dan Bad Blood. Hingga kemudian, Taylor hadir dengan dua lagu kejutan secara akustik lewat permainan gitar dan piano. Malam itu saya beruntung luar biasa. Salah satu lagu kejutan yang saya dapat adalah yang menjadi daftar teratas harapan saya.
You’re On Your Own Kid, Taylor??? Di hari ulang tahun saya???
Tak ada lagi yang bisa saya komplain. Semua harapan saya di ulang tahun kali ini sudah terpenuhi. Menonton konser Taylor dan dapat lagu favorit, langsung dari si empunya.
‘everything you lose is the step you take’
Lirik lagu You’re On Your Own Kid itu jadi mantra hidup saya beberapa waktu belakangan. Lagu yang menemani perjalanan saya berangkat atau pulang kantor. Lagu yang menguatkan ketika saya mulai menyerah.
‘You’ve got no reason to be afraid, you’re on your own, kid. Yeah, you can face this. you’re on your own, kid, you always have been’
Air mata pun jatuh, masih tak menyangka bisa mendengar lagu ini secara langsung. Lagu ini memang masuk wishlist saya, tapi benar-benar jadi kejutan tak terduga lantaran sebenarnya sudah pernah dibawakan secara live sebelumnya dan masuk di The Eras Tour Movie. Era Midnights (2022) adalah penutup yang apik dari The Eras Tour. Tradisi pergantian outfit di atas panggung tetap dipegang Swift saat membawakan Midnight Rain. Tradisi yang tidak berubah, tapi juga tak pernah sama. Sama seperti dirinya.
Dari dua tur konser Taylor yang pernah saya tonton, The Red Tour dan Reputation Stadium Tour, tentu tur teranyar ini adalah versi terbaik yang disajikan Taylor. Lengkap dan megah. Apalagi dalam The Eras Tour, para penggemar inisiatif meneriakkan ‘fanchant’ pada beberapa part penampilan Taylor. Semua terasa begitu hidup. Salut dan hormat setinggi-tingginya untuk performa Taylor yang begitu prima selama 3,5 jam. Menyanyi, menari, berganti kostum, bahkan berkeliling panggung yang besarnya hampir setengah arena. Jujur, saya yang cuma menonton berdiri sambil nyanyi dan berteriak di beberapa bagian saja rasanya kaki pegal bukan main.
Taylor Swift mengatakan kepada Time bahwa latihan untuk tur ini dilakukan selama berbulan-bulan, termasuk lari di treadmill setiap pagi sambil menyanyikan seluruh lagu dalam daftar. Sungkem. Satu aspek lain yang layak menerima apresiasi tinggi yakni produksi dari segi tata panggung, musik, kostum, serta cahaya yang sama hebatnya.
Jika banyak yang menyebut The Eras Tour adalah tur konser terbesar saat ini dan layak untuk dihadiri, itu benar. Bukan hanya turnya, tapi Taylor Swift adalah salah satu musisi dan performer terbaik yang pernah ada. Tidak salah jika tiket tur konser ini jadi perburuan utama dan sayang dilewatkan oleh penggemar berat ataupun cuma sebagai pendengar Taylor. Sebuah suguhan yang rasanya bisa mengubah standar menonton konser musik.
Apalagi, tur yang dimulai Maret 2023 di Amerika Serikat ini dihelat setelah terakhir kali Taylor menggelar tur pada 2018. Selama rentang lima tahun, Taylor merilis empat album baru tanpa tur dan dua album rilis ulang. Perilisan itu jadi kesempatan Swift menjaga penggemar yang sudah ada sekaligus menambah kerumunan baru, dan menarik kembali penggemar semasa ia masih di musik country. Faktor ini yang kemudian membuat permintaan tiket The Eras Tour begitu tinggi dan sebagai buah strategi marketing genius.
Selama lima tahun terakhir pula, siapa sih yang tak kenal Taylor Swift? Berbagai kalangan berbondong-bondong mendapatkan tiket The Eras Tour. Sekalipun tak dapat, banyak yang rela memenuhi arena luar venue hanya untuk mendengar dan merasakan atmosfernya, seperti yang viral di media sosial.
Satu-satunya kekurangan tur ini hanyalah tak ada sesi khusus untuk era album debut Taylor Swift (2006). Padahal, era tersebut tak kalah penting dalam perjalanan karier Taylor. Saya hanya bisa mengucapkan selamat buat sesama fan yang sudah atau pun kelak mendapat lagu kejutan dari album debut tersebut.
Jika tur sebelumnya adalah bagian dari pembuktian reputasi Swift setelah ragam terpaan isu, The Eras Tour adalah perayaan untuk 18 tahun karier di dunia musik. Ini bukan lagi pembuktian, tapi pengukuhan bahwa Swift adalah ‘The Music Industry’. Dan percayalah, The Eras Tour lebih dari sebuah kado terbaik sepanjang hidup yang saya dapat. Terima kasih, Taylor. Hati saya penuh.